ADOPSI INOVASI DAN KOMPONEN YANG MEMPENGARUHI


Pendahuluan
Berbagai macam pemahaman dan pengertian tentang inovasi menurut beberapa ahli adalah . Menurut simamora (2003), inovasi merupakan suatu ide, praktek, atau produk yang dianggap baru oleh individu atau grub yang baru dan relevan. Sedangkan Kotler (2003) mengartikan inovasi sebagai barang, jasa, dan ide yang dianggap baru oleh seseorang.
Inovasi adalah sesuatu ide, perilaku, produk, informasi, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan/diterapkan, dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan (Mardikanto, 1993).
Sedangkan menurut Van den Ban dan H.S. Hawkins, 1999 yang dimaksud dengan inovasi adalah suatu gagasan, metode, atau objek yang dapat dianggap sebagai sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir. Inovasi sering berkembang dari penelitian dan juga dari petani
Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Hanafi (1987) mengartikan inovasi sebagai gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Tidak menjadi soal, sejauh dihubungkan dengan tingkah laku manusia, apakah ide itu betul-betul baru atau tidak jika diukur dengan selang waktu sejak dipergunakan atau diketemukannya pertama kali. Kebaruan inovasi itu diukur secara subyektif, menurut pandangan individu yang menangkapnya. Baru dalam ide yang inovatif tidak berarti harus baru sama sekali.
Adopsi
Sedangkan yang dimaksud dengan adopsi adalah suatu keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling baik. Keputusan inovasi merupakan proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya kemudian mengukuhkannya. Keputusan inovasi merupakan suatu tipe pengambilan keputusan yang khas (Suprapto dan Fahrianoor, 2004).

Menurut Mardikanto dan Sri Sutarni (1982) mengartikan bahwa adopsi merupakan penerapan atau penggunaan sesuatu ide, alat-alat atau teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi. Manifestasi dari bentuk adopsi ini dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metoda, maupun peralatan dan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan komunikasinya.
Tujuan Adopsi
Adopsi inovasi suatu ide maupun teknik baru atau dianggap baru oleh seseorang  atau masyarakat mempunyai suatu tujuan ke arah yang lebih produksif sesuai dengan bidang tertentu.Di bidang usaha perikanan (budidaya maupun penangkapan) untuk mengadopsi inovasi teknologi mempunyai tujuan antara lain:
a.   Mendorong peningkatan produksi perikanan dan kelautan
b.   Mendorong terciptanya kualitas sumberdaya masyarakat perikanan dan kelautan dalam penguasaan teknologi bidang perikanan dan kelautan yang lebih produktif.
c.    Mendorong terselenggaranya pemafaatan, pengelolaan dan pengendali sumber daya hayati perikanan dan kelautan secara efisien, lestari dan berbasis kerakyatan.
d.   mempercepat pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana  perikanan dan kelautan.
e.   Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam perikanansecara maksimal.
f.    Mendorong peningkatan pendapatan asli daerah bidang perikanan dan kelautan.
Komponen Inovasi
Dari  beberapa  definisi tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa inovasi  terdiri atas tiga  komponen,  yaitu (a)  ide  atau  gagasan,  (b)  metode  atau  praktek,  dan  (c)  produk  (barang  dan  jasa). Untuk  dapat  disebut  inovasi,  ketiga  komponen  tersebut  harus  mempunyai  sifat “baru”.  Sedangkan pengertian baru tersebut  tidak  selalu  berasal  dari  hasil  penelitian  mutakhir. Hasil penelitian  yang telah  lalu pun dapat disebut inovasi, apabila  diintroduksikan kepada  masyarakat  yang  belum  pernah  mengenal  sebelumnya.  Jadi,  sifat “baru” pada suatu inovasi  harus dilihat dari  sudut pandang  masyarakat (calon adopter),  bukan kapan  inovasi  tersebut dihasilkan. Pada  tataran  pemahaman yang lebih  operasional,  inovasi  yang  dihasilkan dapat berwujud teknologi, kelembagaan, dan kebijakan.

 
Tahapan Adopsi
Samsudin (1982) menyebutkan, suatu proses yang dimulai dari keluarnya ide-ide dari satu pihak yang  disampaikan kepada pihak kedua, hingga diterimanya ide tersebut oleh masyarakat disebut tahapan adopsi . Seseorang menerima suatu hal atau ide baru selalu melalui tahapan-tahapan. Tahapan ini dikenal sebagai tahap proses adopsi, secara bertahap mulai dari:
a)  Tahap kesadaran. Petani dalam arti luas mulai sadar tentang adanya sesuatu yang baru, mulai terbuka akan perkembangan dunia luarnya, sadar apa yang sudah ada dan  yang belum.
b)  Tahap minat. TPada tahapan ini ditandai oleh adanya kegiatan mencari keterangan yang lebih mendetail terkait dengan  hal-hal yang baru diketahuinya.
c)  Tahap penilaian. Setelah memperoleh keterangan yang diperlukan, kemudian timbul rasa dan mulai  menimbang-nimbang untuk kemungkinan melaksanakannya sendiri.
d)  Tahap mencoba. Jika keterangan sudah lengkap, minat untuk meniru besar, dan jika ternyata hasil penilaiannya positif, maka dimulai usaha mencoba hal baru yang sudah diketahuinya.
e)  Tahap adopsi. Petani sudah mulai mempraktekkan hal-hal baru dengan keyakinan akan berhasil.
Ibrahim et al (2003) menyebutkan adopsi adalah proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsinya. Petani pembudidaya selaku sasaran mengambil keputusan setelah melalui beberapa tahapan dalam proses adopsi. Beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu tingkat adopsi sangat dipengaruhi tipe keputusan untuk menerima atau menolak inovasi. Dengan melihat tipe keputusan adopsi inovasi, proses adopsi dapat melalui empat tahap yaitu: tahap mengetahui (knowledge), persuasi (persuasion), pengambilan keputusan (decision) dan konfirmasi (confirmation).
Menurut Rogers (1983) menyatakan proses adopsi inovasi terdiri dari empat tahap, yaitu:
a. Pengenalan, dimana seseorang mengetahui adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang bagaimana inovasi itu berfungsi. Mardikanto dan Sri Sutarni (1982) menambahkan bahwa pada tahap ini, komunikan menerima inovasi dari mendengar dari teman, beberapa media massa, atau dari agen pembaru (penyuluh) yang menumbuhkan minatnya untuk lebih mengetahui hal ikhwal inovasi tersebut.
b.  Persuasi, dimana seseorang membentuk sikap berkenan atau tidak berkenan terhadap inovasi.
c.  Keputusan, dimana seseorang terlibat dalam kegiatan yang membawanya pada pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi.
d.  Konfirmasi, dimana seseorang mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Pada tahap ini mungkin terjadi seseorang merubah keputusannya jika ia memperoleh informasi yang bertentangan.
Faktor yang Mempengaruhi Adopsi
Proses adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya  adalah :
1) Modal
     Seseorang untuk memutuskan menagmbil suatu adopsi teknologi atau tidak membutuhkan beerbagai macam pertimbangan salah satunya adalah modal. Tingkat adopsi tergantung kepada ketersediaan modal. Semakin besar modal yang dimiliki, akan semakin tinggi tingkat adopsi. Menurut Mubyarto (1989) modal dapat menghasilkan barang baru, atau merupakan alat untuk memupuk pendapatan sehingga timbul minat/dorongan untuk menciptakan modal dengan cara menyisihkan kekayaan atau sebagian hasil produksi untuk maksud produktif, dan bukan untuk maksud konsumtif. Oleh karena itu tinggi rendahnya penyisihan dari hasil usaha , akan mempengaruhi sikap seseorang terhadap terjadinya adopsi inovasi.
2)  Kredit
Dasar dari sistem ekonomi modern termasuk yang berlaku di Indonesia adalah agunan meskipun tidak selamanya. Setiap pemodal (lenders) akan menuntut adanya agunan (colleteral) dari setiap peminjam (borrowers) (Sayafa’aat, 2005). Bagi calon investor, jika modal kurang tersedia, maka pengambilan kredit merupakan alternatif kedua. Dengan demikian ketersediaan kredit merupakan faktor yang menentukan terhadap keputusan investasi.
 3)  Akses memperoleh alat
Suatu teknologi meskipun murah atau mudah diaplikasikan, tapi kurang diminati oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat kesulitan untuk memperoleh teknologi tersebut, misalnya terlalu jauh untuk didapatkan. Menurut Lindner et.al. (1982) dalam Soekartawi (2005), variabel “jarak ke sumber informasi” mempengaruhi terhadap adopsi inovasi. Artinya bahwa makin dekat sumber informasi (inovasi tersebut berada), makin cepat adopsi inovasi, begitupula sebaliknya.
4)  Akses mengoperasikan alat
Menurut Soekartawi (2005), tingkat mudah/sukarnya (triabilitas) suatu inovasi mempengaruhi terhadap tingkat adopsi. Artinya makin mudah inovasi dioperasikan, makin cepat adopsi inovasi tersebut. Oleh karena itu, agar proses adopsi inovasi berjalan lebih cepat, maka penyajian inovasi baru harus lebih sederhana.
5)  Keunggulan alat
Sifat adopsi inovasi menentukan kecepatan adopsi inovasi tersebut. Sejauh mana keunggulan inovasi baru dibandingkan dengan teknlogi yang telah ada /lama. Jika inovasi baru memberikan keuntungan yang relatif lebih besar, maka kecepatan adopsi akan berjalan cepat (Soekartawi, 2005).
6)  Risiko
Tinggi rendahnya tingkat risiko yang ditanggung sangat mempengaruhi keputusan masyarakat dalam menerapkan inovasi. Bagi masyarakat pesisir, adopsi inovasi relatif lambat, karena karakteristiknya yang no risk dan safety first. (Satria, 2002). Oleh karena itu keberanian seseorang /masyarakat dalam mengambil risiko kegagalan akibat penggunaan inovasi baru, merupakan faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi.
7)  Motivasi
Menurut Atkinson, (1983) motivasi mengacu pada faktor yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Perekonomian masyaraaat pada umumnya dalam kondisi miskin, tentu memiliki motivasi yang kuat untuk mengurangi kemiskinan tersebut. Motivasi inilah yang mendorong seseorang bersikap responsive terhadap inovasi baru.
8)  Dukungan ABK
Kegagalan introduksi inovasi kepada masyarakat, salah satunya disebabkan oleh unsur pemaksaan (Spicer dalam Horton dan Hunt (1984). Oleh karena itu bagaimanpun kuatnya kelompok/ grup untuk menggunakan suatu teknologi baru , jika tidak mendapatkan dukungan dari anggota kelompok, maka akan sulit dilakukan.
9)  Melihat contoh
Menurut Satria (2002) inovasi baru akan mudah diterima manakala masyarakat sering melihat contoh langsung tentang penggunaan, keberhasilan, kemanfaatan inovasi baru tersebut. Semestinya dengan hadirnya suatu inovasi teknologi perikanan (budidaya, penangkapan maupun pengolahan), akan mempengaruhi sikap nmereka terhadap teknologi tersebut.
10)   Pendampingan
Inovasi baru pada umumnya merupakan sesuatu hal yang asing bagi calon adopter, dan berbeda dengan cara-cara lama. Oleh karena itu tingkat keprofesionalisme dan intensitas pendampingan, merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam keberhasilan introduksi inovasi baru tersebut.
11)   Sumber Informasi
Menurut Mangkusubroto dan Trisnadi (1987) pengambilan keputusan seseorang terhadap suatu hal, sebelumnya dilalui tahap informasi-onal. Dalam arti agar keputusannya itu tepat, maka semua hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tersebut apakah menerima atau menolak, diperlukan sumber-sumber informasi yang banyak, lengkap, dan relevan.
Mardikanto (1993) menyatakan bahwa kecepatan adopsi dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu: (a) Sifat inovasinya sendiri, baik sifat intrinsik (yang melekat pada inovasinya sendiri) maupun sifat ekstrinsik (menurut atau dipengaruhi oleh keadaan lingkungan), (b) Sifat sasarannya, (c) Cara pengambilan keputusan, (d) Saluran komunikasi yang digunakan, (e) Keadaan penyuluh. Berkaitan dengan kemampuan penyuluh untuk berkomunikasi, perlu juga diperhatikan kemampuan beremphati atau kemampuan untuk merasakan keadaan yang sedang dialami atau perasaan orang lain, (f) Ragam sumber informasi.
Lionberger dalam Mardikanto (1993) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan mengadopsi inovasi dari ragam golongan masyarakat meliputi: (a) luas usahatani, (b) tingkat pendapatan, (c) keberanian mengambil resiko, (d) umur, (e) tingkat partisipasinya dalam kelompok/organisasi di luar lingkungannya sendiri, (f) aktivitas mencari informasi dan ide-ide baru, (g) sumber informasi yang dimanfaatkan.
PENYEBAB PROSES ADOPSI
Proses adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh tiga subsistem yaitu :
·         Pengadaan Inovasi
·         Penyampaian Inovasi
·         Penerimaan Inovasi
FAKTOR YANG MEMPERCEPAT TRJADINYA ADOPSI
Untuk  mempercepat  proses  adopsi  inovasi  harus dilakukan beberapa strategi, yaitu
 (a) memilih inovasi yang tepat guna )
Dalam  proses  adopsi  dan  difusi,  inovasi  adalah  produk  yang  akan disampaikan  ke  pelaku utama (konsumen).  Agar  konsumen  (pelaku utama)  berminat menggunakan  inovasi tersebut,  maka    inovasi tersebut  harus  tepat  guna  bagi pelaku iutama.

(b) memilih metode penyuluhan yang efektif)
Inovasi yang  bagus,  apabila cara/metode  penyampaianya tidak  tepat  akan menghambat  adopsi. Sehingga  langkah selanjutnya  adalah  memilih suatu  metode penyuluhan  yang  tepat.  Strategi  memilih  metode  penyuluhan  yang  tepat  harus mempertimbangkan  dua  hal,  yaitu  isi  pesan  yang  akan  disampaikan  dan  target  sasaran  yang dituju.
(c)  memberdayakan agen perubahan secara optimal)
Tahapan  berikutnya  adalah  memilih  agen perubahan dan  memberdayakan  perannya seoptimal  mungkin.  Penyuluh  selaku  agen  pembawa  inovasi mempunyai  misi yang  cukup berat  yaitu  melakukan perubahan  mental, sikap,  dan perilaku  agar  dapat  mengadopsi  inovasi  untuk  peningkatan  kesejahteraan diri dan keluarganya.  Tugas  berat tersebut  membutuhkan  agen  yang  mempunyai  motivasi  dan  dedikasi tinggi,  tidak  mudah  menyerah,  rela  berkorban,  dan  memiliki empati  terhadap  nasib pelaku utamai.
Soekartawi (2005) menyebutkan terdapat beberapa hal penting yang juga mempengaruhi adopsi inovasi. Cepatnya proses adopsi inovasi juga sangat tergantung dari faktor intern dari adopter itu sendiri, antara lain:
a.      Umur.
Makin muda pelaku utama biasanya mempunyai semangat ingin tahu apa yang belum diketahu lebih tinggi, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman soal adopsi inovasi tersebut.
b.   Pendidikan.
Mereka yang berpendidikan tinggi  relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Hernanto (1984) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan baik formal maupun informal akan mempengaruhi cara berpikir dan pandangan seseorang dalam menjalankan usahanya, yaitu dalam rasionalitas usaha, dan kemampuan memanfaatkan setiap kesempatan ekonomi yang ada.
c.   Keberanian mengambil resiko.
Biasanya petani (pelaku usahaa) dengan modal kecil mempunyai sifat menolak resiko (risk averter).
d.  Pola hubungan
Lingkup hubungan apakah pelaku utama ada dalam pola hubungan kekosmopolitan(perkotaan) atau lokalitas (kedaerahan).
e.    Sikap terhadap perubahan.
Kebanyakan pelaku utama bermodal kecil lamban dalam mengubah sikapnya terhadap perubahan.
f.    Motivasi berkarya.
Motivasi untuk menghasilkan sesuatu hasil yang tinggi memerlukan dorongan dari dirinya sendiri yang sangat tinggi untuk menerapkan inovasi yang telah diketahuinya.
g.     Aspirasi.
Apabila calon adopter tidak mempunyai aspirasi atau aspirasinya ditinggalkan, maka adopsi inovasi sulit dilakukan.
h.    Fatalisme.
Apabila calon adopter dihadapkan pada resiko dan ketidakpastian yang tinggi maka adopsi inovasi sulit dilakukan.
i.      Sistem kepercayaan tertentu.
Makin tertutup suatu sistem sosial dalam masyarakat terhadap sentuhan luar, misalnya sentuhan teknologi, maka semakin sulit pula anggota masyarakat untuk mengadopsi inovasi.
j.     Karakteristik psikologi.
Apabila karakter psikologi mendukung adanya inovasi, maka proses adopsi inovasi akan berjalan lebih cepat.
MEMILIH INOVASI YANG TEPAT GUNA
Salah satu faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi adalah sifat  dari inovasi  itu  sendiri.  Inovasi yang akan diintroduksi harus mempunyai banyak kesesuaian (daya adaptif) terhadap  kondisi  biofisik,  sosial, ekonomi,  dan  budaya  yang ada  di  petani.  Untuk  itu,  inovasi  yang  ditawarkan  harus inovasi yang tepat guna. Strategi  untuk  memilih  inovasi  yang  tepat  adalah  menggunakan kriteria-kritera  sebagai berikut:
 1.    Inovasi  Harus  Dirasakan  Sebagai  Kebutuhan  Pelaku
Banyak inovasi yang  ditawarkan  kepada pelaku utama , namun tidak memiliki kesesuaiaan dengan teknolgi yang menjadi harapannya,  karena  inovasi tersebut  lebih  banyak  bersifat keingingan  dari  pihak  luar,  bukan  kebutuhan  masyarakat itu sendiri. Kalau diharapkan masyarakat  akan menerima (mengadopsi) suatu inovasi,  masyarakat  harus  yakin  bahwa  inovasi  itu  memenuhi  suatu kebutuhan  yang  benar-benar  dirasakan  (Bunch,  2001).  Inovasi  akan  menjadi kebutuhan  apabila  inovasi  tersebut  dapat  memecahkan  masalah  yang sedang dihadapinya. Sehingga identifikasi masalah secara benar menjadi sangat penting, ada dua alasan  yaitu: (a) sesuatu  yang kita anggap  sebagai  masalah,  belum  tentu  merupakan  masalah  yang  dihadapi  olehmereka,  (b)  Bilamasalah tersebut  benar-benar  merupakan  masalah  mereka, belum tentu pemecahannya sesuai dengan keinginan mereka.
2.    Inovasi Harus Memberi  Keuntungan  Secara Konkrit
Faktor  tunggal  yang  paling  menentukan  dalam  menimbulkan  semangat akan suatu program adalah peningkatan pendapatan perorangan yang dapat dicapai dengan  teknologi  anjuran  program  (Bunch,  2001).   Secara  tegas Soekartawi  (1988)  mengatakan    bahwa  jika  memang  benar  teknologi  baru  akan memberikan  keuntungan  yang  relatif  lebih  besar  dari  nilai  yang  dihasilkan teknologi lama, maka kecepatan adopsi inovasi akan berjalan lebih cepat.
     3.    Inovasi Harus  Mempunyai Kompatibilitas/Keselarasan
Beberapa  pakar  mempunyai  pendapat  yang  berbeda  dalam  memaknai istilah  kompatibilitas. Perbedaan pendapat  tersebut  menguntungkan,  karena justru memberikan  makna  yang  lebih  lengkap.  Beberapa  penjelasan  yang  berbeda tentang kompatibilitas inovasi (teknologi), dapat diura ikan sebagai berikut:
·         Bila  teknologi  baru  merupakan  kela njutan  dari  teknologi  lama  yang  telah dilaksanakan  petani,  maka  kecepatan  proses  adopsi  inovasi  akan  berjalan relatif  cepat  (Soekartawi,  1998).  Disini  kompatibilitas  diartikan  sebagai kesesuaian antara teknologi  lama dengan taknologi baru
·         Setiap  petani  berusaha  untuk  meningkatkan  penghasilan  dari  keseluruhan usahanya,  dan  bukannya  dari  satu  jenis usahanya dengan mengorbankan  salah  satu  yang  lainnya.  Karenanya,  teknologi  baru  harus sesuai  dengan  pola  yang  ada  sehingga  dapat  masuk  dalam  pola  itu dengan mudahnya dan dengan keuntungan sebesar-besarnya (Bunch, 2001).  Penjelasan  ini  memberikan  pengertian  tentang  kompatibiltas  sebagai kesesuaian  antara  inovasi  (teknologi)  dengan  pola  pertanian. 
·         Compatibility  with  socio-culture  values  and  beliefs,  with  previously introduced  ideas  or  with  farmers’  felt  needs (Van  Den  Ban  and  Hawkins, 1996). Dalam  penjelasan  tersebut,  kompatibilitas  mempunyai  keterkaitan dengan  nilai  sosial  budaya,  kepercayaan,  gaga san  yang  dikenalkan sebelumnya, dan keperluan yang dirasakan oleh mereka. Berdasarkan  pendapa t  ketiga  pakar  tersebut  dapat  diperoleh  penjelasan mengenai  kompatibilitas  inovasi  secara   lebih  lengkap,  yaitu: kesesuaian  antara  inovasi  yang  diintroduksikan  dengan  (a)  teknologi yang  telah  ada  sebelumnya,  (b)  pola  usaha yang  berlaku,  (c)  nilai  sosial, budaya,  keperceyaan  pelakui,  (d)  gagasan  yang  dikenalkan  sebelumnya,  dan  (e) keperluan yang dirasakan oleh mereka. Dengan demikian, inovasi yang mempunyai keselarasan tinggi akan lebih cepat untuk diadopsi. Untuk  menemukan  teknologi  dengan  kriteria  tersebut,  adalah  (a) melakukan benchmarking terhadap kondisi biofisik, tata  nilai  sosial-ekonomi- budaya, existing  technology ,  pola  pertanian,  (b)  identifikasi  teknologi  Badan Litbang yang sesuai dengan kondisi  benchmarking
4.    Inovasi  Harus  Dapat  Mengatasi  Faktor-Faktor Pembatas
Bunch  (2001)  mengatakan  bahwa  kalau  suatu  inovasi  dihara pkan meningkatkan  produktivitas  suatu  sistem  pertanian  setempat, maka dengan atau cara lain, inovasi itu harus (dapat) mengatasi faktor-faktor pembatas yang ada dalam sistem itu. Faktor pembatas adalah keadaan atau prasyarat yang paling tidak memadai di suatu wilayah. Sebagai  contoh,  faktor  pembatas  di  lahan  pasang  surut  salah  satunya adalah adanya keracunan besi sehingga produksi padi /ikan rendah . Ada teknologi untuk mengatasi faktor pembatas tersebut, yaitu Tata Air Mikro .
Teknologi tersebut diintroduksikan ke petani dan secara konkrit mampu mengatasi  masalah keracunan besi (faktor  pembatas).  Teknologi  yang  secara konkrit dapat mengatasi faktor pembatas akan cenderung lebih mudah diadopsi. Cara  menemukan  teknologi  dengan  kriteria  tersebut,  adalah  (a) mengidentifikasi  faktor-faktor  pembatas dan (b) mengitroduksikan  teknologi yang tepat untuk  mengatasi  faktor  pembatas tersebut.
5.    Inovasi  Mendayagunakan  Sumberdaya  Yang Sudah Ada
Teknologi untukpelaku harus  menggunakan sumberda yang  sudah mereka  miliki.  Kalau  sumberdaya  dari  luar  mutlak  diperlukan,  kita  harus memastikan bahwa  sumber daya  itu  murah,  dapat  diperoleh  secara  teratur  dengan mudah dari suatu sumber tetap yang dapat diandalkan (Bunch, 2001).
6.    Inovasi Harus Terjangkau Oleh Kemampuan
Hasil  penelitian  Musyafak et  al. (2002)  menunjukkan  bahwa  beberapa kendala  adopsi  adalah    (a)  inovasi/teknologi  dirasa  mahal  sehingga  tidak terjangkau  oleh  kemampuan  finansial  pelaku ,  (b)  orientasi  usaha  masih  sambilan  bukan  utama ,  (c)  harga  komoditas  rendah),  dan  (d)  ketersediaan  sarana  produksi tidak terjamin
Kendala  adopsi  yang  datang  secara internal  dari inovasi itu sendiri adalah  inovasi tersebut  dirasakan mahal oleh  pelaku utamai. Sedangkan kendala  adopsi  dari  luar  inovasi  itu  sendiri  adalah  orientasi  usaha,  pasar,  dan ketersediaan  sarana  pendukung  (saprodi,  dll).  Apapun  teknolognya  kalau  tidak  terjangkau  oleh  kemampuan  finansial  dari pelaku sebagai pengguna,  maka susah  untuk  diadopsi.  Apalagi  kebanyakan  pelaku utama yang  relatif  miskin,  maka  inovasi yang dirasakan murah akan lebih cepat diadopsi dibanding inovasi yang mahal. Cara  menemukan  teknologi  ini  adalah  (a)  mengidentifikasi  kemampuan permodalan ,  sumber  kredit  yang  bisa  diakses ,  bantuan/pinjaman  permodalan  melalui  program,  dan  sumber  modal  lain,  (b)  evaluasi,  apakah teknologi yang diintroduksikan terbiayai oleh pelaku utama.
7.    Inovasi  Harus  Sederhana  Tidak  Rumit  Dan  Mudah Dicoba
Semakin  mudah  teknologi  baru  untuk  dapat  dipraktekkan,  maka  makin cepat  pula  proses  adopsi  inovasi  yang  dilakukan.  Oleh  karena  itu,  agar proses  adopsi dapat  berjalan  cepat, maka  penyajian  inovasi harus  lebih  sederhana (Sukartawi,1988).  Dengan  demikian  kompleksitas  suatu  inovasi  mempunyai pengaruh yang besar terhadap percepatan adopsi inovasi. Untuk  menemukan  teknologi  dengan  kriteria  tersebut,  dilakukan  dengan mengevaluasi apakah teknologi yang  diintroduksikan sederhana , jika memang rumit lakukan peragaan, percontohan, pelatihan secara partisipatif.
8.    Inovasi Harus Mudah Untuk Diamati
Ada kalanya pelaku malu/sungkan untuk menanyakan keberhasilan temannya yang telah berhasil dalam menerapkan teknologi. dapat pula temannya sengaja tidak memberitahu, karena  takut  tersaingi. Jika teknologi yang berhasil tadi tidak mudah untuk diamati, maka  terjadi  kendala  dalam  penyebaran  adopsi  inovasi  tersebut,  akan tetapi  jika  teknologi  tersebut mudah diamati maka banyak  pelaku  yang  meniru tanpa  harus bertanya  kepada teman yang lain. Dengan  demikian akan terjadi proses difusi, sehingga jumlah pelaku yang mengadopsi menjadi  lebih banyak.  Agar teknologi  mudah  diamati,  maka  pada  tahap  awal  dilakukan percontohan  atau  demonstrasi  teknologi  yang  dilakukan  di tempat  yang  mudah diamati,  melakukan kunjungan  lapang, diskusikan teknologi yang ada di lapangan secara langsung.
Semakin banyak kriteria-kriteria yang dipenuhi oleh suatu inovasi, maka  semakin besar peluang inovasi tersebut  untuk diadopsi. Sebaliknya,  semakin  sedikit  kriteria-kriteria yang  terpenuhi  oleh  suatu  inovasi,  maka  semakin  kecil  peluang  inovasi tersebut untuk diadopsi.  Materi ini diperoleh dari berbagai sumber pustaka, media elektronik maupun buku buku yang berhubungan dengan penyuluhan. semoga tulisan ini mampu memberikan manfaat bagi semua. terima kasih atas kunjungan di blog ini.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembuatan Pasta sebagai Pengganti Cacing Sutera untuk Benih Ikan Lele

PEMBESARAN IKAN NILA DI TAMBAK AIR PAYAU

MENGANTISIPASI DAMPAK AIR HUJAN BAGI BUDIDAYA IKAN LELE