Pembuatan Pasta sebagai Pengganti Cacing Sutera untuk Benih Ikan Lele

Usaha budidaya perikanan semakin giat dilaksanakan baik secara tradisional, semi tradisional,  maupun intesif. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan budidaya perikanan adalah kesediaan pakannya. Dalam penyediaan pakan harus diperhatikan beberapa faktor yaitu jumlah dan kualitas pakan, kemudahan untuk menyediakannya serta waktu pengambilannya. Selain itu penyediaan  juga harus mempertimbangkan  jenis ikan  dan umurnya.
Jenis pakan yang dapat diberikan pada ikan dapat berupa pakan alami maupun pakan buatan. Ketersediaan pakan alami merupakan faktor penting dalam budidaya ikan terutama pada usaha pembenihan.  Selain itu pakan alami sebagai sumber makanan ikan dapat dilihat dari nilai nutrisinya yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan pakan buatan..
Salah satu diantara banyak pakan alami adalah cacing sutera atau juga dikenal dengan cacing rambut. Cacing sutera ini menjadi favorit bagi semua benih ikan yang sudah biasa memakan pakan alami. Cacing sutera ini biasanya diberikan dalam keadaan hidup atau masih segar ke dalam air karena lebih disukai ikan.
Cacing sutera cukup mudah untuk dijumpai, dan jika dibudidayakan tidaklah sulit untuk melakukannya. Kemampuanya beradaptasi dengan kualitas air yang jelek membuatnya bisa dipelihara di perairan mengalir mana saja, bahkan pada perairan tercemar sekalipun. Selain itu juga bisa bertahan lama hidup di air dan nilai gizi yang ada pada cacing ini cukup baik untuk pertumbuhan ikan. Berbagai keunggulan ini membuat cacing sutera menjadi primadona pakan alami bagi dunia pembenihan.
  
Cacing sutera merupakan cacing air tawar yang memiliki segmen pada tubunya (Goodnight, 1959). Pennak (1978) menggolongkan cacing ini pada phylum Annelida, kelas Oligochaeta, ordo Haplatoxida dan family Tubificidae. Tubificidae terdiri dari beberapa genus seperti Bothrioneurum, Branchiura sowerbyi, Isochaeta, Limnodrillus, Peloscolex, Tubifex tubifex, dan lain-lain. Cacing ini mudah dikenal dengan warnanya yang merah dan gerakannya yang melingkar (Wilber, 1971). Tubificid
Panjang cacing Limnodrillus mencapai 5 cm dengan diameter tubuh kurang lebih 1 mm dan bagian ujung posterior tubunya runcing (Hadiroseyani dan Dana, 1994). Menurut Pennak (1978), Limnodrillus tidak mempunyai insang dan bentuk tubuh yang kecil dan tipis. Karena bentuk tubuhnya kecil dan tipis, pertukaran oksigen dan karbondioksida sering terjadi pada permukaan tubuhnya yang banyak mengandung pembuluh darah. Kebanyakan tubificid membuat tabung pada lumpur di dasar perairan, di mana bagian akhir posterior tubuhnya menonjol keluar dari tabung bergerak bolak-balik sambil melambai-lambai secara aktif di dalam air, sehingga terjadi sirkulasi air dan ia akan memperoleh oksigen melalui permukaan tubuhnya. Getaran pada bagian posterior tubuh dari tubificid dapat membantu fungsi pernafasan (Wilmoth, 1967). Pengambilan oksigen terjadi pada bagian posterior tubuhnya sehingga tubificid dapat bertahan selama beberapa hari bahkan berminggu-minggu pada kondisi merupakan cacing berpigmen (Rogaar, 1980).
Menurut Marian dan Pandian (1984), sekitar 90% Tubifex tubifex menempati daerah permukaan hingga kedalaman 4 cm, dengan perincian sebagai berikut : juvenile (dengan bobot kurang dari 0,1 mg) pada kedalaman 0-2 cm, immature (0,1-5,0 mg) pada kedalaman 0-4 cm, mature (lebih dari 5 mg) pada kedalaman 2-4 cm.
Reproduksi cacing sutera, yang termasuk family Tibificidae, terjadi secara sexual antara dua individu seperti halnya pada cacing tanah (Pennak, 1978). Telur dibuahi dalam suatu kantong yang disebut kokon dan tiap kokon terdapat 4-15 telur. Kokon berbentuk oval dengan panjang 1,0 mm dan diameter 0,7 mm (Kosiorek, 1974). Menurut Kosiorek (1974), perkembangan embrio mulai dari telur hingga menjadi cacing muda membutuhkan sekitar 10-12 hari pada suhu 240C. Siklus hidup mulai dari penetasan hingga dewasa dan meletakkan kokonnya yang pertama membutuhkan waktu 40-45 hari, sehingga siklus hidup dari telur menetas hingga menjadi dewasa dan bertelur lagi membutuhkan waktu 50-57 hari.
Bagi pembudidaya ikan  khususnya yang berkecimpung di bidang pembenihan cacing sutera ini merupakan pakan alami yang sangat dibutuhkan, terutama pada saat kondisi ikan masih sangan kecil yaitu  pada fase awal (larva). Pemberian pakan alami dengan menggunakan cacing sutera ini sangat baik karena cacing ini memiliki kandungan nutrisi seperti (protein 57% dan lemak 13%) sehingga untuk pertumbuhan kondisi ikan yang masih kecil dalam bentuk larva ini sangat cocok dan baik mengingat ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva, disamping itu harganya lebih murah dibanding artemia. pakan utama cacing sutra  tidak bisa di pungkiri lagi di segmen pembibitan pakan cacing sutra tidak bisa tergantikan dengan pakan apapun, sudah banyak yang di lakukan dari mulai pemberian daphnia , kutu air serta artemia, namun kebutuhan cacing sutra selalu tidak bisa memenuhi permintaan petani pembibitan lele

Pada umumnya para pembudidaya ikan melalui usaha pembenihan ini masih mengandalkan pencarian tangkapan alam yaitu dari parit saluran air yang banyak mengandung bahan organik sisa limbah pasar atau limbah rumah tangga yang mengalir di saluran pembuangan.
Permasalahannya adalah cacing sutra di alam tidak selalu tersedia sepanjang tahun, terutama pada saat musim penghujan, dimana pada saat itu kegiatan pembenihan lele/patin/gurame/ikan lainnya banyak dilakukan.
Untuk mensiasati kelangkaan cacing sutera sebagai sumber pakan utama untuk benih atau larva ikan lele kita bisa menggunakan pakan buatan sendiri sebagai alternative sambil menunggu ketersediaan cacing sutera yang melimpah. Hal ini dikarenakan pakan alami dari cacing sutera memilki nutrisi yang sangat komplek dan sesuai dengan ukuran yang diinginkan oleh benih atau larva ikan lele.

a.    Pakan udang dan  pakan lele
untuk pakan udang bisa menggunakan fengll dan sejenisnya sedangkan untuk pakan lele yang dimaksud bisa menggunakan pf 500 dan sejenisnya 
b.    Campur air sampai basah
campurkan kedua  pelet tersebut sampai rata dan tambahkan air untuk membasahi pelet pakan lele serta pakan udang tersebut 
c.    Fermentasikan minimal 24 jam
setelah mencampurkan kedua bahan tersebut dengan air ,  lakukan penyimpanan/ membiarkan pakan tersebut selama 24 jam  (1hari) dengan ditandai dengan bau harum seperti tape
d.    Diremas sampai lumat
Langkah selanjutnya adalah melumat pakan yang telah di fermentasi tersebut dengan kedua tangan dan pastikan semua benar-benar menyatu dan tidak ada pakan yang kasar sedikitpun yang belum hancur
e.    Buat bulat kecil seperti bakso
setelah semua pakan benar benar menyatu serta tidak adalagi butiran kasar dari pakan lele yang kita campurkan tadi langkah berikutnya membuat seperti bakso dengan menggunakan dua telapak tangan sambil di putar putar
f.     Pasta siap untuk diberikan pada ben nih atau larva
pasta untuk benih atau larva lele sudah siap di berikan . ada beberapa cara pemberianya, sebaiknya di gantung agar kita bisa melihat pasta dimakan habis atau belum ,  jika pasta untuk larva lele belum habis sebaiknya jangan di berikan pasta tambahan dahulu biarkan benar benar habis karena ini sangat berpengaruh bagi kualitas air 
g.    Simpan di kulkas a tempat yg tertutup
jika sobat terlalu banyak membuat pasta untuk larva lele jangan kuatir sisanya bisa disimpan di dalam kulkas dan esoknya di berikan kembali untuk larva lele masamo
Demikian cara mudah membuat pasta untuk menggantikan sementara cacing sutera sebagai pakan utama benih atau larva lele .Semoga artikel ini dapat membantu memberikan solusi akan kesulitan dalam  mengatasi kelangkaan cacing sutera.


Komentar

  1. artikel ini sangat membantu dalam pengembangan usaha pakan ikan dan mudah dimengerti , trima ksh.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Terimakasih atas bantuan nya d penjelasan nya...
    Salam budidaya ikan lele tubaba panaragan

    BalasHapus
  4. Terima kasih mas mudah2an barokah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGANTISIPASI DAMPAK AIR HUJAN BAGI BUDIDAYA IKAN LELE

PERSIAPAN MEDIA BUDIDAYA UNTUK PEMELIHARAAN BENIH IKAN LELE