KEGIATAN AKLIMATISASI BENIH NILA SEBELUM DI TEBAR DI TAMBAK
Tunjungrejo
sebagai salah satu desa di Kecamatan Margoyoso memiliki lahan tambak air payau
yang cukup luas kurang lebih 126.176 Ha.
Masyarakat Desa Tunjungrejo yang melakukan usaha budidaya air payau
berjumlah kurang lebih 85 Orang baik
masyarakat desa Tunjungrejo itu sendiri maupun masyarakat dari luar desa yang
melakukan usaha budidaya dengan cara menyewa lahan milik masyarakat setempat
Selama
ini yang dilakukan oleh masyarakat
pembudidaya ikan adalah dengan mengusahakan komoditas ikan bandeng yang
dipolikultur dengan udang (vanamei maupun windu). Karena seringnya kekurang
berhasilan dalam mengusahakan bandeng
dan udang. Sebagian dari pembudidaya mencoba beralih ke komoditas ikan nila
merah yang dipolikultur dengan udang windu maupun vannamei. Dari hasil
coba-coba tersebut ternyata mampu memberikan keberhasilan yang cukup baik, dari
baik dari aspek produksi maupun ekonomi.
Dengan
keberhasilan budidaya nila mderah yang tadinya hanya coba-coba membuat
pembudidaya lainnya menjadi tertarik dan ikut membudidayakan nikan nila merah.
Selama ini masyarakat memperoleh benih ikan nila masih dari luar daerah yaitu
daerah Ngrajek /Magelang dan sekitarnya. Kebanyakan pembudidaya dalam
mengusahakan ikan nila merah menggunakan teknologi tradisional yaitu hanya mengandalkan pakan
alami seperti plankton, namun setelah pakan alami kdetrsediaanya di tambak
berkurang baru dilakukan plus pemberian pakan
Ikan
Nila memiliki kemampuan mencerna makanan secara efisien, memiliki pertumbuhan
yang cepat serta lebih resisten terhadap penyakit, daya adaptasi luas dan
toleransinya yang tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan sehingga
prospektif dibudidaya di tambak. Pada umumnya ikan Nila pembenihan di
lingkungan air tawar dan diaklimatisasi secara bertahap di media air payau.
Ikan
nila dapat hidup pada kisaran salinitas luas atau bersifat euryhaline. Ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam
dan luas seperti tambak air payau hingga KJA (karamba jaring apung) laut sampai
dengan salinitas 30-35 ppt (Anggawati 1991; Tonnek 1991; Suryanti 1991; Ghufran
2011). Selain itu salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang
mempengaruhi proses biologi suatu organisme dan secara langsung akan
mempengaruhi kehidupan organisme antara lain mempengaruhi laju pertumbuhan,
jumlah makanan yang dikonsumsi (konversi makanan) dan daya kelangsungan hidup
(Andrianto 2005). Benih ikan nila akan lebih tahan terhadap perubahan
lingkungan dibandingkan dengan Nila dewasa. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kehidupan nila disamping suhu dan pH adalah salinitas atau kadar
garam suatu lingkungan perairan (Suyanto 1994).
Ikan
nila dapat tumbuh dan berkembang biak pada kisaran salinitas 0-29 ppt.
Salinitas pada kisaran 29-35 ppt ikan nila masih dapat tumbuh, tetapi tidak
dapat bereproduksi. Benih ikan nila lebih cepat menyesuaikan diri dengan
kenaikan salinitas dibandingkan dengan ikan nila dewasa. Salinitas dan suhu
adalah faktor abiotik yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan
kelangsungan hidup organisme akuatik
(Kumlu 2000 dalam Wulandari 2008).
Kendala
yang dialami oleh pembudidaya dalam mengembangkan ikan nila terutama masih
tingginya tingkat kematian benih. Hal ini dimungkinkan karena benih nila di
datangkan dari luar daerah dan pembenihannya dilakukan di air tawar. Sebelum
nila merah dipindahkan ke tambak air
payau sebaiknya didederkan terlebih dahulu pada bak bak terkontrol/diaklimatisasikan.
Pendederan benih merupakan tahapan yang sangat penting agar diperoleh benih
yang lebih besar dan bermutu baik serta lebih sehat untuk ditebar pada budidaya
pembesaran.
Aklimatisasi Benih
Pengertian
dasar dari proses aklimatisasi adalah proses penyesuaian dua kondisi lingkungan
yang berbeda (dari tempat pembenihan ke perairan tambak) sehingga perubahan
kondisi tersebut tidak menimbulkan stress bagi benih. Kegiatan ini perlu
dilakukan secara cermat dan penuh kesabaran agar tingkat stress benih nila
terhadap perubahan lingkungan dapat ditekan seminimal mungkin sehingga secara
kualitas dan kondisi benur dapat dipertahankan secara optimal.
Tahapan-tahapan yang biasa digunakan dalam proses
aklimatisasi mencakup:
1.
Pemindahan
benih yang masih dalam kemasan ke perairan tambak. Diusahakan agar
kemasan-kemasan plastic berisi benih tersebut dikumpulkan pada suatu tempat
yang mudah untuk dijangkau di dalam petakan tambak (biasanya di pinggir petakan
tambak atau di pojok petakan tambak) yang diberi pembatas sehingga kemasan
benur tidak menyebar. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengamatan kondisi dan
aktivitas benur selama proses aklimatisasi.
2. Selama
proses ini kemasan plastik sebaiknya tidak dibuka terlebih dahulu (kecuali
kemasan yang telah digunakan untuk sampling ) dan biarkan selama beberapa saat
di dalam perairan dalam keadaan tertutup. Selanjutnya lakukan pengamatan pada
beberapa kemasan tersebut, jika di dalam kemasan tersebut telah terlihat
berembun maka kemasan berisi benih nila sudah dapat dibuka. Indikator ini
menunjukkan bahwa suhu antara perairan tambak dan kemasan benih relatif telah
sama. Lakukan hal sama pada kemasan-kemasan benih yang telah menunjukkan
indikator yang sama.
3.
Pada
saat membuka kemasan benih nila, lakukan penambahan air tambak ke dalam kemasan
benih tersebut secara perlahan dengan menggunakan telapak tangan sehingga
sebagian kemasan benur dalam kondisi berada di dalam perairan tambak. Biarkan
kondisi tersebut untuk beberapa saat, dan lakukan kegiatan yang sama untuk
kemasan-kemasan benih lainnya.
4.
Selanjutnya
lakukan pengamatan terhadap kondisi dan aktifitas benih nila pada beberapa kemasan tersebut. Jika benih-benih
di dalam kemasan sudah terlihat secara aktif di pinggir kemasan (pada beberapa
kasus benur terlihat konvoi) maka hal ini menunjukkan bahwa benih sudah siap
dipindahkan ke dalam perairan tambak. Indikator ini menunjukkan bahwa kondisi
kualitas air secara umum antara perairan tambak dan kemasan benih nila relatif
telah sama
5.
Pindahkan
benih nila di dalam kemasan ke perairan tambak secara perlahan-lahan jika hasil
pengamatan telah menunjukkan indikator dengan menggunakan telapak tangan
sehingga sebagian kemasan benur dalam kondisi berada di dalam perairan tambak.
Biarkan kondisi tersebut untuk beberapa saat,. Lakukan kegiatan yang sama untuk
kemasan-kemasan benur lainnya.
6.
Lakukan
pembersihan perairan tambak terhadap sampah/kotoran yang ditimbulkan oleh
proses tebar benur ini agar tidak menimbulkan kendala dalam proses budidaya
udang berikutnya.
Persiapan Lahan
Langkah
selanjutnya untuk pembesaran di tambak air payau meliputi persiapan tambak
seperti, pengolahan tanah dasar dengan hand tractor, pengeringan tanah dasar,
pemberantasan hama dengan menggunakan saponin dosis 20 mg/L, dan pengapuran
tanah dasar menggunakan dolomit 1.000 kg/ha. Pengisian air untuk persiapan
klorinasi bertujuan menetralkan air dan tanah dasar dari bakteri patogen,
dengan dosis klorin >20 mg/L. Dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk
organik dan anorganik untuk penumbuhan makanan alami, dan sesudah itu dilakukan
peninggian air >1,0 m untuk persiapan penebaran.
Benih dan Padat tebar
Jumlah
benih nila yang ditebarkan di tambak adalah 40000-50000 ekor/ha dengan ukuran 3-5
cm. Adapun penggunaan benur udang vanamei yang dibudidayakan di tambak
masyarakat adalah tokolan PL27 dengan hanya menggunakan padat tebar 5-6 ekor/m2.
Hal ini dilakukan karena teknologi yang digunakan adalah tradisonal.
Ikan
nila merah adalah ikan omnivora. Di waktu muda ikan ini pemakan plankton, baik
plankton nabati maupun hewani. Beranjak dewasa mulai makan detritus dan sering
juga alga benang. Ikan nila merah juga tanggap terhadap pakan buatan (pelet).
Formulasi pakan nila merah mudah dibuat dengan komposisi bahan penyusun seperti
dedak halus 40%, tepung ikan 20%, tepung jagung 15%, bungkil 10%, tepung
kedelai 10%, minyak ikan secukupnya, dan akuamik secukupnya. Karena ikan nila
merah tanggap terhadap pakan buatan seperti pelet maka pakan nila merah sudah
banyak beredar di pasaran. Selama pemeliharaan dalam tambak diberi pakan buatan
berkadar protein 20%-25% sebanyak 2%-3% bobot badannya. Ada dua jenis pakan
pelet untuk pembesaran nila merah yang sering dipergunakan oleh pembudidaya di
Desa Tunjungrejo adalah pellet terapung. Hal ini mereka lakukan karena dengan
pakan terapung jumlah pakan yang diberikan dapat dengan mudah untuk mengetahui
bahwa pakan yang diberikan benar-benar dimakan atau tidak. Sehingga mereka
dengan mudah untuk mengetahui jumlah pakan yang harus diberikan dan juga dapat
mengetahui kondisi ikan yang diusahakan. Selain pemberian pakan pengamatan
kualitas air tambak juga dilakukan terutama pengecekan kadar salinitas air.
Salinitas diupayakan berkisar 10-15 promil, hal ini untuk menjaga agar ikan
tetap baik pertumbuhannya. Apabila salinitas melebihi dar 15 promil dilakukan
penurunan salinitas air dengan melakukan penambahan air tawar dengan pompa
diesel.
Pemanenan
Pemanenan
dilakukan setelah ikan nila mencapaai ukuran 4-6 ekor/kg selama 2,5 – 3 bulan
dari penebaran.Pelaksanaan pemanenan dilakukan pada pagi hari atau suhu tidak
terlalu tingg dengan cara melakukan pengeringan /memompa air ke luar tambak.
Setelah air mongering dilakukan penangkapan ikan dengan alat jaring.
.Secara
umum hal yang perlu diperhatikan dalam proses budidaya ikan secara umum selain
faktor teknis budidaya adalah faktor kecermatan, ketekunan/kesabaran baik dalam
melakukan proses tebar maupun pengamatan terhadap indikator-indikator dalam
proses aklimatisasi agar tidak menimbulkan kesalahan dalam pengambilan
keputusan terkait dengan teknis budidaya udang.
Sumber
Bacaan:
Cholik,
F., Jagatraya, A.G., Poernomo, R.P., & Jauzi, A. 2005. Akuakultur tumpuan
harapan masa depan
Suryati,
Y., Pranowo, S.A., Ismail, I., & Wardoyo, S.E. 1991. Pengaruh tingkat
pemberian pakan yang berbeda terhadap pertumbuhan ikan nila
merah (hybrid T. nilotica) di Teluk Banten.
https://search.handy-tab.com/?type=web&q=aklimatisasi+ikan
http://afiesh.blogspot.co.id/2013/05/cara-aklimatisasi-atau-tebar-udang-benur.html
Komentar
Posting Komentar